Di dalam Al-Qur an terdapat banyak ayat yang menyeru manusia agar memaafkan orang-orang yang berbuat salah. Allah berfirman :
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَإِنَّ السَّاعَةَ لَآتِيَةٌ ۖ فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik. (Al-Hijr:85)
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Ali Imran:134)
وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (Al-Furqan:63)
Demikian juga dalam sunnah Nabi, banyak hadits yang menganjurkan untuk menganjurkan untuk memaafkan kesalahan orang dan menyingkirkan kedengkian dalam hati.
Ibnu An-Najjar meriwatkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sambunglah silaturahmi dengan orang yang memutusnya dan berbuat baiklah kepada orang yang bersikap buruk kepadamu. Katakan yang benar walaupun terhadap dirimu sendiri.”
Dalam hadits lain, “Tak ada takaran yang lebih besar pahalanya di sisi Allah dari takaran amarah yang ditahan seseorang demi mengharap Ridlo Allah.” (HR. Ibnu Majah)
Sikap pemaaf dapat membuat manusia yang dianiaya atau dizalimi oleh orang lain mampu hidup dengan tenang dan damai. Sebab, sikap ini menjauhkannya dari kegelisahan atau tekanan emosi serta akibatnya yang dapat merugikan kesehatan.
Memaafkan orang yang bersalah tidak berarti harus terus melanjutkan hubungan dengannya atau tetap menjaga perasaan terhadapnya. Tetapi melupakan sikap buruknya dan menjauhkannya dari ingatan. Dengan demikian, akan hilang pula apa yang terpendam dalam hati.
Maksud menahan amarah dan memaafkan dalam hadits di atas adalah member maaf saat mampu. Para perawi meriwayatkan dari Nabi dengan isnad yang baik, bahwa beliau bersabda, “Barangsiaipa yang menahan amarahnya padahal ia mampu mengeluarkannya, maka Allah akan memanggilnya sebagai pemuka seluruh makhluk, memberinya pilihan berupa bidadari-bidadari cantik. Ia boleh menikahi siapa saja di antara mereka yang diinginkannya.”