ABOUT US

Profil dan Sejarah Pondok

Pengasuh Asrama

Statistik Asrama 2017

300

Santri Putra

250

Santri Putri

25

Kamar Putra

15

Kamar Putri

" BEKERJALAH DENGAN IKHLAS

MAKA KAU AKAN MENDAPAT DUNIA TANPA LUPA AKHIRAT "

Wawasan

  • Hadist tentang keutamaan Surat Al-Ikhlaas

    Imam malik bin Anas meriwayatkan dari 'Ubaidillah bin 'Abdirrahman, dari 'Ubaid bin Hanin, dia berkata: "aku pernah mendengar Abu Hurairah berkata: Aku pernah pergi bersama Nabi saw, lalu beliau mendengar seseorang membaca: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ, maka Rosulullah saw bersabda: "wajib baginya", kutanyakan: "apa yang wajib?", Beliau menjawab: "Surga".
    diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan an-Nasa'i dari hadits Malik. At-Tirmidzi mengatakan: "Hasan shahih gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Malik". dan telah juga disebutkan sebelumnya: "kecintaanmu padanya (Q.S. Al-Ikhlash) akan memasukkanmu ke Surga". (Musnad al-Imam Ahmad)
    -Tafsir Ibnu Katsir
  • Matinya Gunung


    Allah berfirman:

    وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْجِبَالِ فَقُلْ يَنْسِفُهَا رَبِّي نَسْفًا
    Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah, "Tuhanku akan menghancurkannya sehancur-hancurnya (Thaha : 105)
    Bagaimana gunung dihancurkan?
    Dari atas ataukah dari bawah?
    Ia akan dihancurkan seluruhnya. Pada hakikatnya, gunung terbentuk dari material yang berbeda dari bebatuan samudra. Gunung muncul ke permukaan bumi karena mengikuti teori apungan, sama seperti gunung es di laut dan samudra yang mengapung di atas air. Jadi, gunung mengapung dengan akarnya di atas satu material yang kepadatannya sangat tinggi, yaitu material yang berwarna merah yang tak lain adalah astenosfer. Material ini bisa membuat batu menjadi cair, atau semi cair, atau lunak. Di atas inilah gunung mengapung, mengingat kepadatannya jauh lebih sedikit dibandingkan kepadatan material tersebut. Gunung-gunung mengikuti hokum apungan (continental drift). Ketika perapuhan (korosi) atau pengikisan (erosi) terjadi kepada kepala atau puncak gunung, gunung akan terangkat naik ke atas secara berkelanjutan hingga akarnya tercabut dari lapisan semi-cair (astenosfer). Gunung pun menjadi mati, sementara proses erosi dan korosi terus berlanjut.
    Jadi, bagaimana gunung mati? Matinya gunung ialah dengan berhenti bergerak secara total sebab gunung pada hakikatnya bergerak.
  • Toleransi dan Sikap Pemaaf dapat Mencegah Penyakit



    Di dalam Al-Qur an terdapat banyak ayat yang menyeru manusia agar memaafkan orang-orang yang berbuat salah. Allah berfirman :
    وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَإِنَّ السَّاعَةَ لَآتِيَةٌ ۖ فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ
    Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik. (Al-Hijr:85)
    الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
    (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Ali Imran:134)
    وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
    Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (Al-Furqan:63)
    Demikian juga dalam sunnah Nabi, banyak hadits yang menganjurkan untuk menganjurkan untuk memaafkan kesalahan orang dan menyingkirkan kedengkian dalam hati.
    Ibnu An-Najjar meriwatkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sambunglah silaturahmi dengan orang yang memutusnya dan berbuat baiklah kepada orang yang bersikap buruk kepadamu. Katakan yang benar walaupun terhadap dirimu sendiri.”
    Dalam hadits lain, “Tak ada takaran yang lebih besar pahalanya di sisi Allah dari takaran amarah yang ditahan seseorang demi mengharap Ridlo Allah.” (HR. Ibnu Majah)
    Sikap pemaaf dapat membuat manusia yang dianiaya atau dizalimi oleh orang lain mampu hidup dengan tenang dan damai. Sebab, sikap ini menjauhkannya dari kegelisahan atau tekanan emosi serta akibatnya yang dapat merugikan kesehatan.
    Memaafkan orang yang bersalah tidak berarti harus terus melanjutkan hubungan dengannya atau tetap menjaga perasaan terhadapnya. Tetapi melupakan sikap buruknya dan menjauhkannya dari ingatan. Dengan demikian, akan hilang pula apa yang terpendam dalam hati.
    Maksud menahan amarah dan memaafkan dalam hadits di atas adalah member maaf saat mampu. Para perawi meriwayatkan dari Nabi dengan isnad yang baik, bahwa beliau bersabda, “Barangsiaipa yang menahan amarahnya padahal ia mampu mengeluarkannya, maka Allah akan memanggilnya sebagai pemuka seluruh makhluk, memberinya pilihan berupa bidadari-bidadari cantik. Ia boleh menikahi siapa saja di antara mereka yang diinginkannya.”
  • Ilmu Al-Qur an : Pintu Surga dan Neraka



    Allah Ta’ala berfirman:
    وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ
    Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahanam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?” Mereka menjawab: “Benar (telah datang)”. Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir. (az Zumar 71)
    وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ
    Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya”. (az-Zumar 73)
    Dalam menyifati neraka Allah Ta’ala menggunakan kata “futihat abwabuha” sedangkan dalam menyifati surga Dia menggunakan kata “wa futihat abwabuha”.
    Wawu dalam ayat 73 tersebut merupakan wawu ziyadah (wawu tambahan ) atau ia sebagai wawu tsamaniyyah (delapan) karena pintu-pintu surga itu berjumlah atau wawu haal. Artinya “Mereka mendatangi pintu-pintu tersebut sedang pintunya telah terbuka sebelum mereka datang ”. berbeda dengan pintu-pintu neraka, yang dibuka ketika mereka datang. Rahasia dibalik itu adalah agar orang-orang yang bertaqwa segera memperoleh kebahagiaan dan kesenangan ketika mereka menyaksikan pintu-pintu surga telah terbuka.
    Yang jelas hikmah pada penambahan wawu adalah pintu-pintu surga telah siap dan terbuka untuk orang-orang yang beriman sebagai penghormatan bagi mereka.
    Sedangkan para penghuni neraka akan dibukakan pintu-pintu neraka ketika mereka tepat berada didepan pintu-pintu tersebut. yang demikian itu supaya mereka lebih terrhina dan tersiksa.
  • Gunung yang Tunduk dan Terpecah


    Allah berfirman dalam surat Al-Hasyr ayat 21:
    لَوْ أَنْزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۚوَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
    "Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir."
    Maksud ayat tersebut adalah gunung yang bisa tunduk (khusyu’) dan merekah terpecah-pecah karena takut kepada Allah Ta’ala apabila pesan Al-Qur an ditujukan untuk gunung. Thahir bin Asyur menjelaskan dalam kitab tafsirnya, At-Tahrir wa At-Tanwir, ‘Pesan kalimat “laroaytahu” pada ayat di atas tidak ditujukkan kepada pihak tertentunamun ditujukan kepada siapa saja yang mendengar firman Allah ini. Dalam hal ini, kata “ru’yah” yang berarti “melihat dengan mata” dianggap tidak ada, karena kata ini terletak sebagai jawaban dari huruf “law (kalau sekiranya)” yang dikenal dengan istilah ‘harful imtina li imtina’ (kata jawab tidak tidak pernah terjadi karena kata syarat termasuk hal-hal yang mustahil terjadi).
    Lalu, apakah benar aklau ketundukan gunung itu tidak akan pernah terjadi karena Al-Qur an tidak pernah diturunkan kepadanya? Dengan kata lain, apakah kalimat jawab “laro aytahu” otomatis tidak akan pernah terjadi karena kalimat syarat ”law anzalnaa hudzal Qur an (kalau sekiranya Kami turunkan Al-Qur an ini)” tidak pernah terjadi?.
    Dengan begitu hikmah yang dapat kita petik, bahwa jika memang Al-Qur an diturunkan kepada gunung, niscaya ia akan tunduk dan patuh. Akan tetapi, hal ini tidak mengharuskan tundukdan patuhnya gunung itu hanya karena Al-Qur an yang diturunkan kepadanya. Oleh karena itu, ketundukan dan kepatuhan gunung tetap terjadi karena ada sebab lain yang mengharuskan ia tunduk dan takut kepada Allah Azza wa Jalla.
  • HIkmah Hadits: Khasiat Surat Ar-Ra’du


    Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulallah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika mendengar suara petir, beliau membaca
    سُبْحَانَ مَنْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلائِكة مِنْ خِيْفَتِهِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
    Ibnu Abbas Radliyallahu ‘anhuma berkata, “Barangsiapa mendengar suara petir, lalu membaca,
    سُبْحَانَ مَنْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلائِكَة مِنْ خِيْفَتِهِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
    , maka aku-lah yang menjadi jaminannya, bahwa dia tidak akan tertimpa oleh petir itu”.
    Al-Khatib Abu Bakar Ahmad bin Ali menceritakan, dari hadits Sulaiman bin Ali bin Abdullah bin Abbas, dari bapaknya, dari kakeknya, dida berkata, “Suatu hari, kami sedang berada bersama Umar dalam satu perjalanan. Kami dilanda suara petir dan kedinginan. Ka’ab berkata, ‘Barangsiapa yang membaca,
    سُبْحَانَ مَنْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلائِكَة مِنْ خِيْفَتِهِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
    ketika ia mendengar petir sebanyak 3 kali, maka dia akan selamat dari bahaya petir itu’. Maka kamipun membacaya dan selamat. Lalu aku bertemu dengan Umar Radliyallahu ‘anhu. Ternyata rasa dingin yang menggigil telah melukai hidungnya. Akupun merasa kasihan dan berkata, “Wahai amirul mukminin, apa yang terjadi ?”. Umar berkata, “Telah terjadi sesuatu pada hidungku yang diakibatkan oleh cuaca dingin ini”. Lalu aku katakan, “Sesungguhnya Ka’ab ketika mendengar petir, dan dia berkata kepada kami, ‘Barangsiapa yang mendengar petir, lalu ia membaca,
    سُبْحَانَ مَنْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلائِكَة مِنْ خِيْفَتِهِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
    , sebanyak 3 kali, maka ia akan selamat dari bahaya petir itu.’ Maka kamipun membacanya, dan selamat.”
    Umar berkata, “Mengapa kamu tidak mengatakannya dari tadi, sehingga kami membacanya?”.
    -------------------------------------
    Disebutkan oleh Ibnu Allan dalam Syarhul Adzkar 4/286 dari riwayat Ath-Thabrani, dia berkata, “Al-Hafizh mengatakan bahwa ini hadits mauquf, dan sanadnya hasan.”
  • Powered by Blogger.

    HUBUNGI KAMI

    Hidayatul Qur'an

    • Alamat : Jalan Tromo, Rejoso, Peterongan, Jombang
    • Email : asramahq@gmail.com

    Hubungi Kami

    Silahkan kirimkan Pertanyaan, Kritik dan Saran ke email kami